Psikolinguistik
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG MASALAH
Suatu
disiplin ilmu biasanya mempunyai bidang-bidang bawahan (subdisiplin) atau
cabang-cabang yang berkenaan dengan hubungan disiplin ilmu itu dengan
masalah-masalah lain. Begitu juga dengan bahasa yang mempunyai hubungan erat
dengan psikologis manusia. Bahasa merupakan karunia Tuhan untuk manusia supaya
manusia dapat berinteraksi dengan sesamanya. Sebagaimana telah kita ketahui
bahwa bahasa adalah suatu sistem lambang (simbol) bunyi yang arbitrer yang disepakati
untuk digunakan oleh para anggota kelompok masyarakat untuk mengidentifikasi
diri, bekerja sama, atau berinteraksi, maka dalam hal ini bahasa juga mempunyai
hubungan dengan jiwa manusia. Baik psikologi dan bahasa (linguistik), keduanya
mempunyai kedekatan yang membantu dan melayani manusia supaya dapat menjalani
hidup dengan baik dan mudah. Namun, dalam memahami suatu disiplin ilmu
sebaiknya kita mendalami kajian terhadap disiplin ilmu tersebut.
Psikolinguistik merupakan gabungan atau paduan dari disiplin ilmu psikologi
dengan disiplin ilmu linguistik. Seseorang tidak dapat menjelaskan
psikolinguistik dengan hanya mengawang-ngawang atau mengira-ngira dari namanya
saja. Tentunya, psikolinguistik tidak hanya membahas tingkatan bahasa yang
dipengaruhi oleh perilaku seseorang, dalam suatu kajian disiplin ilmu,
psikolinguistik membahas hubungan psikologis manusia dalam menggunakan bahasa.
B.
RUMUSAN MASALAH
Mengingat
kajian psikolinguistik tidak hanya berkutat pada perilaku manusia dalam
menyampaikan suatu bahasa, tetapi jauh lebih dalam dari itu. Dalam pembahasan
ini, maka perumusan masalah dalam makalah ini adalah:
a. Memahami
definisi psikolinguistik
b. Sejauh
mana hubungan antara bahasa dan pikiran
c. Apa
saja aspek kognitif bahasa dalam psikolinguistik?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
MEMAHAMI DEFINISI PSIKOLINGUISTIK
Psikolinguistik
merupakan salah satu cabang linguistik yang mengkaji linguistik dari luar, subdisiplin
ini bisa disebut ke dalam makrolinguistik interdisipliner. Psikolinguistik
menjadi suatu disiplin ilmu baru ketika tahun 1952, Sosial Science Research Council di Amerika Serikat mengundang dan
mempertemukan tiga orang linguis dan tiga orang psikolog untuk mengadakan suatu
konferensi interdisipliner, dengan maksud mendiskusikan secara langsung
kemunculan bidang ilmu pengetahuan yang baru, yaitu psikolinguistik.
Sebelum
kita mengetahui definisi psikolinguistik, alangkah lebih baik kita mengetahui
definisi psikologi dan linguistik. Psikologi dapat didefinisikan sebagai ilmu
yang mempelajari perilaku dan proses mental. Sedangkan linguistik adalah ilmu
yang mengambil bahasa sebagai objek kajiannya.[1]
Menurut
Henry Guntur Tarigan, psikolinguistik sebagai suatu istilah ilmiah lahir sejak
tahun 1954, tahun penerbitan karya Charles E. Osgood dan Thomas A. Sebeok yang
berjudul Psycholinguistic, A Survey of
Theory and Research Problems di Bloomingan. Tujuh tahun kemudian, tahun
1961, muncullah karya Sol Saporta berjudul Psycholinguistic,
A Book of Reading ,
sebagai hasil kerja sama Sol Saporta dengan Komite Linguistik dan Psikologi
pada Sosial Science Research Council.[2]
Robert
Lado, seorang ahli dalam bidang pengajaran bahasa mengatakan bahwa
“psikolinguistik adalah pendekatan gabungan antara psikologi dan linguistik
bagi telaah atau studi bahasa, bahasa dalam pemakaian, perubahan bahasa, dan
hal-hal yang ada kaitannya dengan bahasa, yang tidak mudah dicapai atau
didekati hanya dengan salah satu dari kedua ilmu tersebut secara terpisah atau
sendiri-sendiri” (Lado, 1976:220).
Emmon
Bach dengan singkat menjelaskan bahwa “psikolinguistik adalah suatu ilmu yang
meneliti bagaimana sebenarnya para pembicara/pemakai suatu bahasa
membentuk/mambangun atau mengerti kalimat-kalimat bahasa tersebut” (Bach,
1964:64).
Ronald
W. Langacker mengatakan bahwa “psikolinguistik adalah studi mengenai behavior atau
perilaku linguistik yaitu performansi atau perbuatan dan perlengkapan atau
aparat psikologis yang bertangung jawab atasnya”. Lila R. Gleitman mengemukakan
bahwa “psikolinguistik adalah telaah mengenai perkembangan bahasa pada
anak-anak; suatu introduksi teori linguistik ke
dalam masalah-masalah psikologi”.[3]
Dalam kamus linguistik, psikolinguistik adalah ilmu yang
mempelajari hubungan antara bahasa dengan perilaku dan akal budi manusia; ilmu
interdisipliner linguistik dengan psikologi.[4]
Secara rinci psikolinguistik mempelajari empat topik utama:
(a) komprehensi, yakni proses-proses mental yang dilalui oleh manusia sehingga
mereka dapat menganggap apa yang dikatakan orang dan memahami apa yang
dimaksud, (b) produksi, yakni proses-proses mental pada diri kita yang membuat
kita dapat berujar seperti yang kita ujarkan, (c) landasan biologis dan
neurologis yang membuat manusia bisa berbahasa, dan (d) pemerolehan bahasa,
yakni bagaimana kita memperoleh bahasa.[5]
B.
LANGUAGE AND MIND (BAHASA DAN
PIKIRAN)
Sebelum melangkah pada pembahasan bahasa dan pikiran, mari
kita jabarkan secara sistematis apa saja yang terdapat dalam pembahasan
pikiran. Dalam suatu kegiatan, berpikir dapat diangap sebagai bahasa otak. Satu cara berpikir yang
bersesuaian dengan aliran kalimat sehinga kita tampaknya “mendengar di pikiran
kita”, hal ini dinamakan pikiran
proposisional (karena mengekspresikan usul atau tuntutan). Cara lain yang
bersesuaian dengan citra (image),
terutama citra visual, sehingga kita dapat “melihat” di dalam pikiran kita
disebut pikiran imaginer. Sedangkan pikiran motorik ialah yang bersesuaian
dengan seurutan pergerakan mental. Dalam berpikir proposisional mendiskusikan tpoik-topik seperti, konsep yang merupakan blok pembangun
untuk pikiran. Kemudian membicarakan bagaimana pikiran diorganisasikan untuk
mengambil kesimpulan, yang disebut penalaran.
Selanjutnya membicarakan bagaimana pikiran dikomunikasikan, yang merupakan
pelajaran tentang bahasa.
1.
Konsep
Konsep adalah suatu ide atau
pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret, atau bisa dikatakan
rancangan. Bagaimana suatu bahasa yang direpresentasikan ke dalam bentuk
kalimat dirancang kemudian melalui proses fonetik artikulatoris kalimat
tersebut dapat dikomunikasikan kepada lawan bicara. Kita perlu memahami bukan
hanya sifat konsep indivisual tetapi juga bagaimana kita mengkombinasikannya
untuk membentuk pikiran proposisional. Sebagaimana telah dijelaskan di atas
bahwa pikiran proposisional adalah cara berpikir yang bersesuaian dengan aliran
kalimat sehinga kita tampaknya “mendengar” di pikiran kita. Mengkombinasikan
konsep menjadi proposisi merupakan langkah pertama membentuk pikiran kompleks.[6]
2.
Penalaran
Makhluk hidup seperti hewan mempunyai nalar
untuk mempertahankan hidupnya, begitu juga manusia. Manusia adalah satu-satunya
makhluk yang menggunakan nalar dan
mengembangkan pengetahuan secara sungguh-sungguh untuk memenuhi
kebutuhan kelangsungan hidup. Penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam
menarik sesuatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Karena berpikir adalah
aktifitas atau kegiatan otak untuk menemukan pengetahuan yang benar. Ciri dari
penalaran ialah logika dan analitik.[7]
Kadang-kadang pikiran kita
diorganisasikan oleh struktur memori, baik memori jangka panjang (long term memory), memori jangka pendek
(short term memory), dan memori
jangka sangat pendek (sensory memory).
Bagaimana pikiran manusia menalar bahasa
yang kemudian ingin disampaikannya.
3.
Memori
Studi tentang memori kebanyakan
dilakukan oleh para ahli filsafat sampai dengan akhir abad ke-19. Sejak
Socrates pertama-tama menyatakan bahwa manusia memiliki bekal kodrati waktu
lahir, orang bertanya-tanya bagaimana manusia memperoleh informasi yang baru di
dunia ini dan bagaimana informasi ini dismpan dalam memori, para ahli filsafat
menjawab dengan tiga cara: introspeksi, analisis yang logis, dan argumentasi.
Menjelang pertengahan abad ke-19, keberhasilan ilmu eksperimental di bidang
fisika dan kimia mulai menarik perhatian mereka yang berkecimpung dalam bidang
perilaku (behavior). Ahli psikologi
Jerman, Herman Ebbinghaus (1850-1909) ialah yang pertama-tama berhasil membawa
studi tentang memori ke laboratorium untuk dipelajari secara objektif dan
kuantitatif.dari penelitiannya muncul adanya dua macam memori: memori yang
hidup singkat dan memori yang hidup lama. Psikolog Amerika, William James tahun
1890-an kemudian mengembangkannya lebih lanjut dengan lebih menajamkan
perbedaan antara memori jangka pendek (short-term
memory) yang hanya berlangsung beberapa detik atau menit seperti kalau kita
melihat nomor telepon di buku lalu memakainya untuk menelepon, dengan memori
jangka panjang (long-term memory). Sesuai
perkembangannya, memori berlangsung melalui tiga tahap, yaitu memori jangka
sangat pendek (sensory memory),
memori jangka pendek (short-term memory),
dan memori jangka panjang (long-term
memory).
Memory : 1. Pendek > Sejenak, Kerja
Memori tidak hanya satu macam. Penfield
dan Roberts (1959: 228-230) menyebutkan adanya memori pengalaman, memori
konseptual, dan memori kata. Memori pengalaman adalah memori yang berkaitan
dengan ihwal-ihwal masa lalu. Memori konseptual adalah memori yang dipakai
untuk membangun suatu konsep berdasarkan fakta-fakta yang masuk. Memori kata
adalah memori yang mengaitkan konsep dengan wujud bunyi dari konsep tersebut.
Seseorang yang lupa nama suatu benda gagal memanfaatkan memori kata.[8]
Di dalam otak manusia, memori
jangka panjang mencakup memori semantis dan memori episodis. Memori semantis berkaitan dengan
unsur-unsur makna bahasa dan tidak berkaitan dengan lingkup ruang dan waktu,
sedangkan memori episodis mengandung
informasi yang berkaitan dengan pengalaman seseorang dalam lingkup ruang dan
waktu.
Chafe (1973) menganggap adanya
tiga macam memori berdasarkan bukti-bukti linguistik, yaitu memori permukaan (surface memory), memori dangkal )shallow memory), dan memori dalam (deep memory). Kesadaran kita akan
sesuatu tergantung pada empat macam input
(penyimpanan). Pertama, kita bisa sadar akan sesuatu karena adanya persepsi
sensori yang langsung kita alami. Kalau kita sedang berjalan dan melihat seekor
anjing tertabrak mobil, maka perepsi atas peristiwa itu akan masuk ke dalam
kesadaran kita. Kedua, kesadaran ini bisa kemudian ditampung dalam memori
permukaan untuk beberapa saat setelah beberapa saat sebelumnya berada pada
kesadaran kita. Ketiga, peristiwa ini bisa kemudian dipindahkan ke memori
dangkal. Informasi yang ada di memori dangkal ini dapat sewaktu-waktu dipanggil
kembali dengan ketepatan yang masih cukup tinggi. Keempat, peristiwa ini bisa
juga dikirim ke memori dalam untuk disimpan dalam jangka waktu yang panjang.
Memori semacam ini biasanya kurang akurat dibanding dengan memori macam
lainnya.[9]
4.
Bahasa
Seperti yang kita ketahui bahwa
bahasa adalah ‘sistem tanda bunyi yang arbitrer yang disepakati untuk
dipergunakan oleh para anggota kelompok masyarakat tertentu dalam bekerja sama,
berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri’. Bahasa merupakan cara utama untuk
mengkomunikasikan isi pikiran. Kalau kita mengatakan bahwa bahasa adalah suatu
sistem simbol-simbol, lanjut Tarigan, adalah mengandung makna bahwa ucapan si
pembicara dihubungkan secara simbolis dengan objek-objek ataupun
kejadian-kejadian dalam dunia praktis; dengan kata lain ucapan itu “berarti”
atau “terdiri atas” aneka ragam ciri pengalaman atau singkatnya: mengandung
arti atau makna. Sedangkan makna atau arti dalam bentuk linguistik seperti
kata, bagian kata atau gabungan berbagai kata (kata kerja, kata benda, kata
sifat, dan lai-lain) adalah ciri yang umum bagi semua situasi tempatnya dipakai.
Kemudian apabila dikaitkan dengan aspek makna (semantika), ciri-ciri bahasa
manusia yang membedakan dengan bahasa binatang, menurut Aminuddin ada delapan
belas ciri, yaitu:[10]
1)
Alat fisis yang digunakan
bersifat tetap dan memiliki kriteria tertentu.
2)
Organisme yang digunakan
memiliki hubungan timbal balik.
3)
Menggunakan kriteria pragmatik,
berkaitan dengan bunyi-bunyi segmental.
4)
Mengandung kriteria semantis
atau fungsi semantik tertentu.
5)
Memiliki kriteria sintaksis,
kata-kata yang digunakan untuk menjadi suatu kalimat harus disusun sesuai
dengan pola kalimat yang telah disepakati.
6)
Melibatkan unsur bunyi ataupun
unsur audiovisual.
7)
Memiliki kriteria kombinasi dan
bersifat produktif.
8)
Bersifat arbitrer,
sewenang-wenang/mana suka.
9)
Memiliki ciri prevarikasi.
10) Terbatas dan relatif tetap.
11) Mengandung kontinuitas dan mengandung diskontinuitas.
12) Bersifat kierarkis, yaitu pemakaian keberadaannya memiliki
tataran yang berada dalam tata tingkat tertentu.
13) Bersifat sistemis dan simultan.
14) Saling melengkapi dan mengisi, baik secara paradigmatis
maupun sintagmatis.
15) Informasi kebahasaan dapat disegmentasi, dihubungkan,
disatukan dan diabadikan.
16) Transmisi budaya.
17) Bahasa itu dapat dipelajari.
18) Bahasa itu dalam pemakaiaan bersifat bidimensional.
Salah satu aspek penting bahasa
adalah aspek fungsi bahasa. Secara umum fungsi bahasa adalah sebagai alat
komunikasi bahkan dapat dipandang sebagai fungsi utama dari bahasa. Kata komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari kata Latin communicatio, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Jika dua
orang terlibat dalam komunikasi, misalnya dalam bentuk percakapan, maka
komunikasi akan terjadi atau berlangsung selama ada kesamaan makna mengenai apa
yang dipercakapkan. Sedangkan jika dilihat dari perspektif kebahasaan, istilah
komunikasi mencakup makna mengerti dan berbicara, mendengar dan merespons suatu
tindakan. Fungsi ujaran bahasa sebagai alat komunikasi ini oleh Roman Jacobson
(1960) dan disimpulkan oleh Mary Finocchiaro (1974) terdapat enam fungsi,
yaitu:[11]
Menurut Jakobson.
1)
Emotive Speech. Ujaran
berfungsi psikologis yaitu dalam menyatakan perasaan sikap, emosi si penutur.
2)
Phatic Speech. Ujaran
berfungsi memelihara hubungan sosial dan berlaku pada suasana tertentu.
3)
Cognitive Speech. Ujaran yang
mengacu kepada dunia sesungguhnya yang sering diberi istilah denotatif atau
informatif.
4)
Rhetorical Speech. Ujaran
berfungsi mempengaruhi dan mengkondisikan pikiran dan tingkah laku para
penanggap tutur.
5)
Metalingual Speech. Ujaran berfungsi untuk
membicarakan bahasa, ini adalah jenis ujaran yang paling abstrak karena dipakai
dalam membicarakan kode komunikasi.
6)
Poetic Speech. Ujaran yang dipakai dalam
bentuk tersendiri dengan mengistimewakan nilai-nilai estetika.
Menurut Finocchiaro:
1)
Personal. Ujaran untuk menyatakan
emosi, kebutuhan, pikiran, hasrat, sikap, perasaan, sama dengan emotif dari
Jakobson.
2)
Interpersonal. Ujaran untuk mempererat
hubungan sosial seperti ekspresi pujian, simpati, bertanya kesehatan, dan
sebagainya.
3)
Directive. Ujaran untuk mengendalikan
orang lain dengan saran, nasihat, perhatian, permohonan, persuasi, diskusi, dan
sebagainya.
4)
Referential. Ujaran untuk membicarakan
objek atau peristiwa dalma lingkungan sekeliling di dalam kebudayaan pada
umumnya.
5)
Metalinguistic. Sama dengan metalingual dari
Jakobson.
6)
Imaginative. Sama dengan poetic dari
Jakobson.
Pemakaian bahasa memiliki dua
aspek, yaitu produksi dan pemahaman. Dalam memproduksi bahasa,
kita mulai dengan pikiran proposisional, dengan suatu cara mentranslasikannya
ke dalam kalimat, dan berakhir dengan suara yang mengekspresikan kalimat. Dalam
memahami bahasa, kita mulai dengan mendengar suara, melekatkan makna pada suara
dalam bentuk kata-kata, mengkombinasikan kata-kata untuk menghasilkan kalimat,
dan kemudian melalui suatu cara menarik proposisi darinya. Pada tingkatan
bahasa, tingkat bahasa tertinggi adalah unit kalimat, termasuk kalimat dan
frasa. Tingkat selanjutnya adalah kata-kata dan bagian kata yang membawa makna.
Tingkat paling rendah berisi bunyi bahasa (speech
sound). Noam Chomsky mengatakan bahwa bahasa merupakan sistem multilevel
untuk menghubungkan pikiran ke pembicaraan dengan menggunakan unit kata dan
kalimat.[12]
Gambar diambil dari http://rahasiasains.blogspot.com |
C.
ASPEK KOGNITIF BAHASA
Pada disiplin ilmu psikologi, kita akan mengenal subdisiplin
psikologi yang disebut psikologi kognitif. Saat kita
membaca dan memikirkan pertanyaan “Apakah Psikologi kognitif itu?”, kita
sedang terlibat dalam kognisi. Psikologi
kognitif berurusan dengan persepsi informasi
(kita membaca
pertanyaannya), berurusan dengan pengertian (kita
memahami pertanyaannya), berurusan dengan
pikiran (kita bertanya pada
diri kita apakah
kita tahu jawabannya), dan
berurusan dengan perumusan dan
pembentukan jawaban (kita dapat
mengatakan jawaban pertanyaan tersebut). Psikologi kognitif merupakan studi
tentang proses mental yang mendasari kemampuan kita mempersepsikan dunia,
memahami dan mengingat pengalaman kita, berkomunikasi dengan orang lain, dan
mengendalikan perilaku kita.
Ketika berkomunikasi, manusia memproduksi ujaran lisan atau
tulisan, orang yang diajak berkomunikasi akan mendengar dan/atau melihat apa
yang hendak dikomunikasikan dan berusaha memahami apa yang diujarkan atau
dituliskan. Dalam proses pemahaman, manusia juga akan mengingta apa yang
diujarkan atau dituliskan. Semua proses tersebut disebut proses kognitif. Proses
kognitif adalah ‘proses untuk memeroleh pengetahuan di dalam kehidupan yang
diperoleh melalui pengalaman’. Yang berkenaan dengan pengalaman di sini adalah
pengalaman indriawi. Proses kognitif melibatkan berbagai indra, yaitu
penglihatan, penciuman, perabaan, pengecapan dan pendengaran, di samping
kesadaran dan perasaan. Hasil proses kognitif adalah kognisi.
a.
Proses Kognitif dan Otak
Untuk download makalah ini silahkan klik DI SINI
[1]
Rita L. Atkinson dkk, Pengantar Psikologi I (terj: Dr. Widjaja
Kusuma), edisi ke-11, Batam: Interaksara, hal. 15
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Psikologi adalah ilmu yang berkaitan dengan
proses menta, baik normal maupun abnormal dan pengaruhnya pada perilaku; ilmu
pengetahuan tentang gejala dan kegiatan jiwa. Sedangkan linguistik adalah ilmu
tentang bahasa; telaah bahasa secara ilmiah.
[2]
Prof. Dr. Henry Guntur Tarigan, Psikolinguistik,(edisi revisi), Bandung : Angkasa, 2009,
hal. 1-2
[3]
Prof. Dr. Henry Guntur Tarigan …
hal. 3
[4] Harimurti Kridalaksana, Kamus Linguistik, edisi ke-4, Jakarta : Gramedia Pustaka
Utama, 2008, hal. 203
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, psikolinguistik adalah ilmu tentang hubungan
antara bahasa dan perilaku dan aka budi manusia; ilmu interdisipliner
linguistic dengan psikologi.
[5] Soenjono Dardjowidjojo, Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa
Manusia, edisi keempat, Jakarta : Yayasan
Obor Indonesia ,
2010, hal. 7
[6] Rita L. Atkinson dkk, Pengantar Psikologi I (terj: Dr. Widjaja
Kusuma), edisi ke-11, Batam: Interaksara, hal. 549-559
[7] Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu; Sebuah Pengantar Populer,
Sinar Harapan, Jakarta :
1982 hlm. 39-42
[8] Soenjono Dardjowidjojo, Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa
Manusia, edisi keempat, Jakarta : Yayasan Obor Indonesia , 2010, hal. 270-274
[9] Soenjono Dardjowidjojo, …. hal. 277-278
[10] Aminuddin, Semantika: Pengantar Studi tentang Makna, Bandung : 1997 hal. 32-34
[11] Asep Ahmad Hidayat, Filsafat Bahasa; Mengungkap Hakikat Bahasa, Makna, dan Tanda, Bandung : Remaja
Rosdakarya, 2006, hal. 26-28
[12] Rita L. Atkinson, dkk., …. hal. 570
makasih mbah makalah'a, by jukir KKN-ISO
BalasHapusMaaf, say copy artikel ini untuk keperluan studi saya. Thank.
BalasHapus