Sociolinguistics
Source: http://thalisuowm.weebly.com |
DOWNLOAD TULISAN INI DI SINI
Different pond, different fish.
Sosiolinguistik adalah suatu kajian interdisipliner
linguistik yang menyangkutkan bahasa sebagai objek kajiannya dengan tatanan
sosial masyarakat. Karena sifat bahasa itu unik dan bervariasi, maka tiap
daerah mempunyai bahasa tersendiri dan beraneka ragam. Di dalam lingkungan
sosial, tiap individu maupun kelompok masyarakat mempunyai ciri tersendiri
dalam menyampaikan bahasanya. Pada ranah sosiolinguistik ini yang akan dibahas
adalah keanekaragaman bahasa tersebut. Bahasa merupakan alat untuk menyampaikan
isi pikiran dan untuk berinteraksi antar individu atau kelompok sosial. Namun,
ada beberapa poin penting yang akan dibicarakan di bawah ini. Nah, langsung saja ya.
Pengertian Sosiolinguistik
Sosiolinguistik adalah disiplin ilmu gabungan antara
sosiologi dan linguistik. Sosio adalah masyarakat, dan linguistik adalah ilmu
tentang bahasa. Dalam kamus linguistik, sosiolinguistik adalah cabang
linguistik yang mempelajari hubungan dan saling pengaruh antara perilaku bahasa
dan perilaku sosial. (Kridalaksana, 2009: 225).
Ada juga yang menjelaskan, sosiolinguistik adalah ‘the
field that studies the relation between language and society, between the uses
of language and the social structures in which the users of language live’.
(Sosiolinguistik adalah bidang yang mempelajari hubungan antara bahasa dengan
masyarakat, antara penggunaan bahasa dengan struktur sosial di mana pengguna
bahasa itu tinggal). (Spolsky, 2010: 3).
Sociolinguistiek is de studie van tall en taalgebruik in
de context van maatschapij en kultuur.
(Sosiolimguistik adalah kajian mengenai bahasa dan pemakaiannya dalam konteks
social dan kebudayaan). (Appel, Hubert, Meijer, 1976:10).
Sosiolinguistcs is the study of language operation, it’s
purposeis to
investigate how the convention of the language use relate to other aspects of
social behavior. (Sosiolinguistik
adalah kajian bahasa dalam penggunaannya, dengan tujuan untuk meneliti
bagaimana konvevsi pemakaian bahasa berhubungan dengan aspek-aspek lain dari
tingkah laku sosial). (Criper dan H.G.Widdowson dalam J.P.B Allen dan S.P
Corder 1975:156).
Berdasarkan pengertian tersebut, ada beberapa hal yang
harus digarisbawahi, yaitu sosiolinguistik membahas keberagaman bahasa
berdasarkan penggunaan bahasa dalam lingkungan sosial dan pengguna bahasa
sendiri.
Keberagaman Bahasa menurut Pemakainya
Manusia adalah mahkluk sosial yang tidak dapat hidup
sendiri melainkan mestilah selalu berinteraksi dengan sesamanya. Untuk
keperluan tersebut, manusia menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi
sekaligus sebagai identitas kelompok. Dalam membedakan ragam bahasa menurut
pemakai dan pemakaiannya dapat ditentukan oleh berbagai aspek luar bahasa,
seperti kelas sosial, jenis kelamin, etnitas, dan umur. Adanya perbedaan dialek
dan aksen (tekanan suara pada kata) dalam satu lingkungan atau komunitas
merupakan bukti keberagaman itu yang keberadaannya dipengaruhi oleh aspek-aspek
sosial. Geografi memberikan permulaan yang baik ketika kita ingin menjelaskan
variasi atau keberagaman bahasa. Faktor geografis ini yang mempengaruhi
keberagaman tersebut, dalam hal ini perbedaan daerah pemakainya. Keberagaman
bahasa seperti ini adalah keberagaman yang terjadi karena faktor kedaerahan
yang sering disebut dialek regional.
Para nelayan dalam menyampaikan bahasanya biasanya dengan
aksen yang keras dan tinggi. Hal ini dipengaruhi oleh iklim geografisnya yang
panas dengan suara gemuruh ombak yang kencang yang memungkinkan seseorang
berbicara dengan nada tinggi dan keras. Karena ketika kita sedang berada di
pantai, kita harus berbicara dengan keras supaya suara kita terdengar oleh
lawan bicara. Orang yang tinggal di daerah pantai pun lebih cenderung pemberani
karena setiap hari sudah terbiasa berhadapan dengan gelombok ait laut yang kuat
serta kadang ganas.
Berbeda dengan orang yang tinggal di daerah pegunungan,
orang atau masyarakat yang tinggal di daerah pegunungan biasanya dalam
menyampaikan bahasanya dengan nada yang lembut dan pelan. Hal ini dipengaruhi
oleh iklim geografis pegunungan yang sejuk dan asri.
Selain faktor kedaerahan, perbedaan dalam sebuah bahasa
dapat juga terjadi karena faktor lain, seperti latar belakang pendidikan
pemakainya (pengguna), pekerjaannya, atau karena faktor derajat keresmian
situasinya. Keberagaman bahasa dari jenis yang kedua sering disebut dialek
sosial atau sosiolek. (Suhardi dan sembiring, 2009: 48).
Kemampuan manusia dalam berbahasa itu berbeda-beda. Ada
yang hanya menguasai satu bahasa saja. Ada juga yang mampu menguasai atau
memakai dua bahasa, yang disebut bilingual. Bahkan ada juga yang mampu
menguasai dan memakai lebih dari dua bahasa, yang disebut multilingual. Hal
tersebut dapat dipengaruhi karena faktor individunya sendiri dengan kemampuan
otaknya yang dapat menerima lebih dari satu bahasa dan juga faktor lingkungan
yang menuntut supaya bisa berbahasa lebih dari satu. Contohnya, seorang
mahasiswa Indonesia yang sedang melanjutkan kuliah di Australia harus bisa
menguasai bahasa Inggris untuk menunjang kegiatan belajarnya dan juga untuk
berkomunikasi dengan lingkungannya.
One of the most common ways of identifying a
person is by his or her language. Because language is inherently involved in
socialization, the social group whose language you speak is an important
identity group for you. Multilingual societies inevitably face conflict over
language choice. The speakers of a language are in a stronger position when
their language is used for national or international communication, or for
government, or for trade and commerce, or for education. Ethnic groups
regularly use language as one of their most significant identifying features.
Most ethnic groups believe that their language is the best medium for
preserving and expressing their traditions. (Spolsky, 2010: 57).
Dalam berbahasa, strata sosial pun mempengaruhi seseorang
atau masyarakat dalam menyampaikan bahasanya. Masyarakat awam, akan menyampaikan
bahasanya dengan gaya bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti. Sementara
untuk masyarakat intelektual seperti dosen, akan menyampaikan bahasanya dengan
bahasa-bahasa yang cenderung ilmiah serta banyak menggunakan bahasa istilah.
Antara masyarakat kota dan desa pun akan berbeda dalam
menyampaikan bahasa mereka. Masyarakat desa menyampaikan bahasanya dengan gaya
sederhana, sopan. Hal ini disebabkan karena lingkungan desa memiliki sikap
kekeluargaan dan toleransi yang tinggi serta religius. Sedangkan masyarakat
kota menyampaikan bahasa mereka dengan gaya kompleks dan tegas. Hal ini
disebabkan karena lingkungan kota menuntut untuk hidup mandiri, serta tingkat
persaingan yang tinggi antar anggota masyarakatnya.
Keberagaman Bahasa menurut Pemakaiannya
Suatu bahasa dipakai oleh masyarakat penuturnya untuk
keperluar komunikasi sesuai keadaan atau keperluan yang mereka hadapi.
Peristiwa komunikasi meliputi tiga hal, yakni medan (field), suasana (tenor),
dan cara (mode). (Suhardi dan Sembiring, 2009: 49).
Medan merupakan istilah yang mengacu kepada hal atau
topik, yaitu tentang apa bahasa itu dipakai. Ketika ujaran dihubungkan dengan
kegiatan tertentu yang sedang berlangsung, maka bidangnya adalah kegiatan itu
sendiri. Kata-kata seperti dribble, passing, heading, throw in, free kick,
goal kick, corner kick, red card, yellow card, atau foul akan sering
dipakai oleh penuturnya di bidang olahraga, khususnya sepak bola. Karena
istilah-istilah tersebut dipakai dalam istilah sepak bola.
Dialect concerns variations that are located regionally
or sosially. Style refers to differences in degree of formality. A third set of
variations concerns the special variety (or register) especially marked
by a special set of vocabulary (technical terminology) associated with a profession
or occupation or other defined social group and formning part of its jargon
or in-group variety. Dialect, styles, and registers as we have presented them
are ways of labelling varieties of language. The starting point of our
classification is the linguistic variation, which we attempt to explain by
associating it with a specific set of social features. We might choose to work
in the reverse direction, by classifying social situations, and then naming the
variety that is suitable for it. A register is a variety of language most
likely to be used in a specific situation and with particular roles and
statuses involved. A register is marked by choices og vaocabulary and of other
aspects of style. (Spolsky, 2010:
33-34).
Suasana (tenor) mengacu pada hubungan peran
peserta tuturan atau pembicaraan, yakni hubungan sosial antara penutur dan
mitra tutur yang ada dalam pembicaraan tersebut. Suasana menekankan bagaimana
pemilihan bahasa dipengaruhi oleh hubungan sosial antara peserta tutur, yaitu
antara penutur dan mitra tutur atau antara penulis dan pembaca. Kata-kata
seperti tidak, membuat, dan dimarahi lebih sering dipakai dalam
situasi resmi dari pada nggak, bikin, dan diomelin yang sering
dipakai dalam situasi tak resmi. Keberagaman tersebut tercipta karena adanya
aspek kesantunan, ukuran formal dan tidaknya suatu ujaran, dan status
partisipan yang terlibat di dalam percakapan. Suasana dapat juga tercerminkan
dalam penggunaan cara menyapa (address term). Menyapa orang lain dengan
kata bapak, dan ibu, misalnya, berbeda konteksnya dengan
penggunaan kata om dan tante. Selain itu, suasana pun
mempengaruhi pemilihan ragam bahasa ke dalam pembagian gaya (stylistics)
berbahasa, seperti ragam intim (intimate), santai (casual),
konsultatif (consultative), resmi (formal), dan beku (frozen).
(Suhardi dan Sembiring, 2009: 49).
Cara (mode) mengacu kepada peran yang dimainkan
bahasa dalam komunikasi. Termasuk di dalamnya adalah peran yang terkait dengan
jalur (channel) yang digunakan ketika berkomunikasi. Jalur yang dimaksud
adalah apakah pesan disampaikan dengan bahasa tulis, lisan, lisan untuk
dituliskan, dan tulis untuk dilisankan. Contoh kecil, mungkin kita sering
melihat di pinggir jalan terdapat tulisan ‘Mengatasi masalah tanpa masalah’.
Tulisan tersebut disampaikan dari bentuk lisan yang dituliskan sebagai jargon
suatu instansi yang bertujuan untuk mengajak ‘konsumen’ supaya tertarik kepada
instansi itu. Bentuk bahasa dari tulisan tersebut adalah bahasa persuasif.
Contoh lain bahasa lisan yang dituliskan adalah propaganda, biasanya propaganda
dituliskan dengan cara menyebar selebaran kertas yang berisi tulisan yang
mengundang pembaca supaya pikiran pembaca bisa ikut terlibat dalam persoalan
yang tertuang di dalam propaganda tersebut.
A useful way of classifying social
situations is to analyze them into three defining characteristics: place,
role-relationship and topic. Together,
these make up a set of typical domains. One common
domain is home. Domains are named usually for a place or an activity in it.
Home, then, is the place. The role-relationships associated with home (the
people likely to be involved in speech events) include family members (mother,
father, son, daughter, grandmother, baby) and visitors. There are a suitable
set of topics (depending on the cultural pattern) such as activities of the
family, news about family members, the meal, the household. A particular
variety of language is appropriate to the domain. In a multilingual community,
different languages may well be considered appropriate for different domains.
In a multilingual family, different role-relationships might involve different
language choice. Another common domain is work. The place might be a factory or
an office or a store. The role-relationships include boss, worker, colleague,
customer, foreman, client, to mention just a few.
(Spolsky, 2010: 34-35).
Keberagaman Bahasa dalam Pemakaian Bahasa
Ciri keakraban atau keintiman bahasa akan menunjukkan di
mana penutur bahasa itu berada. Kata-kata seperti gue, lo, bete, lebay
‘berlebihan’ tersebut termasuk ragam intim (intimate) di kalangan kaum
muda saat ini. Ada juga yang disebut bahasa prokem yaitu ragam bahasa dengan
leksikon tertentu yang digunakan oleh kaum remaja. Seperti kata-kata, eik
(bahasa Belanda) diubah menjadi eike (biasa dipakai kalangan tertentu,
banci, ‘tante-tante’) diubah akika (dalam kamus karya Debby Sahertian)
yang berarti ‘aku’, di sini yang diubah menjadi di sindang, bokap
yang berarti bapak, pembokat yang berarti pembantu, dan
masih banyak lagi. Hal ini disebabkan sudah adanya keakraban di antara mereka.
Ragam ini berbeda dengan ragam santai (casual) yang digunakan di dalam
situasi tidak resmi dan dapat digunakan oleh orang yang belum tentu saling
kenal. Ragam berikutnya dikenal sebagai ragam konsultatif (consultative).
Seperti bahasa yang digunakan pada saat guru atau dosen menjelaskan atau
bertanya-jawab dengan peserta didiknya, atau kegiatan tawar-menawar harga
antara pembeli dan pedagang. Cirinya berbeda dengan ragam resmi (formal)
yang dipakai di dalam rapat atau diskusi resmi yang ditandai oleh bentuk kata
yang dan kalimat yang lengkap serta akurat. Ragam lain adalah bahasa yang
ditandai ungkapan atau ujaran-ujaran baku dan beku (frozen) sebagaimana
yang terdengar dalam acar ritual dan seremonial. Contohnya, dalam acara akad
nikah, kegiatan upacar bendera, serta baris-berbaris di kalangan tentara.
(Suhardi dan Sembiring, 2009: 50-51)
Aturan-aturan dan Fungsi Sosial Bahasa
Dijelaskan menurut Hymes
(1974) bahwa ada unsur-unsur yang terdapat dalam setiap komunikasi bahasa.
Unsur-unsur itu biasa disingkat SPEAKING. Latar (Setting and Scene)
yang merujuk pada tempat dan waktu terjadinya percakapan. Peserta (Participants)
yang merujuk pada peserta percakapan. Hasil (Ends) yang merujuk pada
hasil percakapan yang diperoleh secara sengaja atau tidak dan tujuan
percakapan. Amanat (Act Sequence) menunjuk pada bentuk dan isi amanat
dalam bentuk kata-kata atau pokok-pokok percakapan. Cara (Key) yang
merujuk pada pelaksanaan percakapan. Sarana (Instrumentalities) yang
merujuk pada bentuk lisan atau tulisan. Norma (Norms) yang merujuk pada
aturan-aturan perilaku peserta percakapan. Dan jenis (Genres) yang
merujuk kepada kategori percakapan.
Fungsi sosial bahasa antara
lain yaitu fungsi referensial yang terwujud dalam tuturan yang mengutamakan isi
atau pokok pembicaraan (message) seperti dua orang pengamat sepak bola
yang sedang asyik membahas jalannya pertandingan sepak bola, fungsi puitis (poetic)
terwujud karena pusat perhatian terdapat pada bentuk pesan (message form)
seperti banyak terdapat pada tulisan atau goresan-goresan di tembok-tembok
tempat umum dalam bentuk grafiti dan karikatur atau dalam bentuk karya sastra,
fungsi fatis (phatic) terwujud dalam tuturan yang mengutamakan
tersambungnya atau terbukanya jalur tuturan (channel) seperti terlihat
dari ucapan atau salam seseorang kepada orang lain sekadar untuk mengisi
kekakuan suasana. (Suhardi dan Sembiring, 2009: 51-54).
Thank's yach atas ilmunya,,,,
BalasHapusIjin share buat nugas.. thanks..
BalasHapus@Laeli Yuni. Monggo. Semoga bermanfaat.
HapusNice
BalasHapus