PANCASILA BUKAN PANCAROBA; 'REJUVENIL' GARUDA PANCASILA
oleh:
Pancasila
merupakan salah satu pedoman bangsa yang selalu dibacakan pada saat upacara
bendera ketika penulis duduk di bangku sekolah dasar sampai sekolah menengah
atas. Tiap kali sebelum penutupan upacara kepala sekolah memimpin pembacaan
teks Pancasila itu kemudian diikuti oleh para siswa dengan seksama. Efeknya,
sampai sekarang penulis masih hapal semua sila tersebut. Bagaimana
dengan Anda? Apakah zaman sekarang teks itu masih tetap dijadikan pedoman dan
diterapkan dengan nyata di kehidupan sehari-hari mengingat beberapa kasus dan
peristiwa yang beraneka ragam kerap muncul di bumi Garuda Pancasila ini?
Kasus
seperti perselisihan antarwarga lantaran memerebutkan hak milik tanah, tawuran
antarpelajar atau suporter sepak bola, dan masih banyak lagi merupakan contoh
dari beberapa kasus yang terjadi di Indonesia. Apakah semua itu cerminan tidak
lagi tertanamnya nilai-nilai Pancasila di hati bangsa Indonesia? Tampaknya kita
harus kembali mengkaji ulang apa itu Pancasila. Di dalam Undang-undang Nomor 24
Tahun 2009 tentang Bahasa, Bendera, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan di
situ tertulis bahwa Garuda Pancasila adalah lambang negara Republik Indonesia,
yang namanya lambang ialah bentuk dari jati diri sebagai penanda atau identitas
bangsa. Jika penanda atau identitas ini diabaikan bukan tidak mungkin sejarah
buruk akan hinggap di negeri khatulistiwa. Terbukti dalam suatu pidato seorang
ketua MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) terbata-bata dan bahkan salah
mengucapkan teks yang ada di Pancasila.
Lihat video di bawah ini atau cek di (http://youtu.be/uIxpqq9LNX8).
Bisa dibayangkan jika
bangsa lain tahu betapa sudah lemahnya perhatian masyarakat kepada Pancasila. Seharusnya,
sebagai perwakilan rakyat mengamalkan sila-sila yang ada di dalam Pancasila
adalah suatu keharusan agar rakyat dapat mencontoh perilaku baik dari seorang
figur wakil rakyat. Jika kelima teks ini diamalkan dengan baik penulis yakin
Indonesia akan menjadi negara yang memiliki karakter yang kuat dan tidak
terpecah-belah di tengah era globalisasi ini.
Seperti
peralihan musim di negara ini, jika Pancasila hanya sekadar rutinitas yang
dilakukan ketika ada upacara bendera (apel) atau mengisi teka-teki silang,
kesakralannya seolah hilang ketika rutinitas itu sudah tidak dikerjakan lagi. Untungnya,
tidak ada perubahan teks Pancasila (lagi) hingga sekarang. Bayangkan saja
jika Pancasila diamendemen. Mungkin apabila terjadi perubahan harus berapa kali
kepala sekolah dan siswa melafalkan teks yang berbeda dari sebelumnya tiap
upacara, berapa kali para calon legislatif dan pejabat menghapalnya. Ingat!
Pancasila bukan seperti pancaroba yang mudah sekali beralih keadaan.
Agar
nilai yang terkandung dalam Pancasila tidak seperti pancaroba, di sini penulis
mencoba untuk mengingat dan memaknai kembali lambang negara Indonesia yang terdapat
dalam Undang-undang Nomor 24 tahun 2009. Sila pertama ialah Ketuhanan
Yang Maha Esa, yang dilambangkan dengan cahaya di bagian tengah perisai
berbentuk bintang yang bersudut lima. Perisai yang berwarna hitam diibaratkan
sebagai jantung yang menandakan bahwa sila pertama ialah landasan dan
jantungnya Republik Indonesia. Sila kedua ialah Kemanusiaan yang Adil
dan Beradab, yang dilambangkan dengan tali rantai. Sebuah ikatan yang saling
menyatu dan tidak ada perbedaan dalam berbuat adil. Sila ketiga ialah
Persatuan Indonesia, yang dilambangkan dengan pohon beringin. Pohon beringin
yang kita tahu berbentuk besar semoga saja menjadi gambaran sebuah negara
bernama Indonesia yang mampu melindungi dan menaungi rakyatnya. Sila keempat
ialah Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan, yang dilambangkan dengan kepala banteng. Semoga
kepala banteng dapat menginspirasi kepala negara untuk tetap gagah membela
rakyat yang tertindas. Sila kelima ialah Keadilan Sosial bagi Seluruh
Rakyat Indonesia, yang dilambangkan dengan padi dan kapas. Mayoritas masyarakat
Indonesia bertani padi dan nasi yang berasal dari padi ialah makanan pokok
orang Indonesia. Sumber pakaian ialah dari kapas. Semoga saja keputihan kapas
melambangkan kesucian hukum agar rakyat Indonesia bisa mencicipi keadilan.
Serba-serbi (Garuda) Pancasila
Tahukah
Anda? Garuda Pancasila memiliki perisai berupa jantung yang digantung dengan
rantai di leher. Selain itu, burung ini mencengkram pita bertuliskan semboyan
Bhinneka Tunggal Ika di kedua kakinya. Garuda Pancasila ‘dianugerahi’ 17
bulu pada masing-masing sayap, 8 bulu pada ekor, 19 bulu pada pangkal ekor, 11
bulu pada masing-masing kaki, dan 45 bulu pada leher. “Enggak percaya? Itung
aja sendiri.” Hehe :)
Masih
tentang lambang negara, siapa penggagas atau penggali Garuda (dan) Pancasila? Mengutip
dari situs Badan Intelijen Negara, perancang lambang negara Indonesia ialah
Sultan Hamid II atau Syarif Abdul Hamid Alkadrie (1913-1978). Lambang tersebut
dirancang sejak Desember 1949 dan diajukan pada 10 Januari 1950 oleh Panitia
Lencana Negara, kemudian diperkenalkan kepada masyarakat pada 17 Agustus 1950
dan pada akhirnya diresmikan pada 17 Oktober 1950.
Sementara
mengenai penggali Pancasila menurut Asvi Warman Adam dalam bukunya Membongkar
Manipulasi Sejarah; Kontroversi Pelaku dan Peristiwa mengatakan bahwa terjadi
banyak kontroversi mengenai penggagas dan penggali Pancasila. Kontroversi
muncul pada era Orde Baru dengan terbitnya buku Proklamasi yang Otentik dan
Rumusan Pancasila yang Otentik tahun 1971 oleh Nugroho Notosusanto,
menuliskan bahwa ada empat rumusan Pancasila: disampaikan Mohammad Yamin pada
29 Mei 1945, Soekarno pada 1 Juni 1945, Tim Sembilan pada Piagam Jakarta 22
Juni 1945, dan pada UUD 1945 18 Agustus 1945 yang dinilainya paling otentik. Bahkan
di beberapa buku sejarah di sekolah-sekolah menjelaskan Pancasila digagas oleh
seluruh bangsa Indonesia sejak zaman purbakala. Menurut Asvi Warman Adam, walaupun
tokoh lain berbicara tentang dasar negara, tetapi hanya Soekarnolah tokoh pertama
yang menyampaikan dasar negara secara eksplisit tentang gagasan Pancasila,
termasuk nama Pancasila dalam formulasi yang disampaikannya pada 1 Juni 1945.
Walaupun
ada banyak versi menjelaskan tentang lahirnya Pancasila, di sini penulis
mengingatkan agar pembaca tidak mudah terprovokasi dan terpancing dengan segala
kontroversi yang ada agar bangsa ini tidak tercerai-berai sehingga kita dapat
mewujudkan semboyan Bhinneka Tunggal Ika di bumi pertiwi yang multikultur ini. Semoga
tulisan ini bermanfaat.
Sumber
acuan
Undang-undang
Nomor 24 Tahun 2009 dalam bentuk buku elektronik (e-book)
Situs Badan Intelijen Negara (BIN) www.bin.go.id
Buku Membongkar Manipulasi Sejarah;
Kontroversi Pelaku dan Peristiwa karya Asvi Warman Adam edisi revisi Maret
2009 terbitan KompasSitus Badan Intelijen Negara (BIN) www.bin.go.id
Wah udah lama gak sekolah kayaknya lupa lupa ingat. Hm kebangetan ya. Maklum dah tua.
BalasHapus@DhiyasKN. Iya, ada yang lebih primer dari hapalan teks Pancasila. Ngurus istri, anak, nyelesein skripsi, tesis, disertasi, karir, nguli, ngojek, dll. Hehehe :)
Hapus